Sabtu, 29 April 2017

Pengembangan bisnis tanpa riba

Bismillah,
Kita coba menuangkan pengalaman bisnis tanpa riba do blog ini.
Sebelum anda memulai usaha yg real, terutama berdagang maka pilihlah usaha dagang anda ug berhubungan dengan industri yg besar dan berkelanjutan. Hal ini penting sebab pada awal anda buka usaha tentu anda akan membutuhkan  modal dasar yg kokoh secara finansial.
Apabila usaha sdh berjalan dan anda akan membuka peluang usaha baru maka anda cukup menyediakan modal untuk kontrak lahan saja, sedangkan modal usaha akan di suplai oleh pabrik atau supplier sesuai kebutuhan anda. Dengan demikian anda akan menikmati hasil tanpa modal dan tanpa riba.
Selamat mencoba.

Jumat, 07 April 2017

Rabu, 05 April 2017

No riba

Menambah modal memang hal yg memusingkan, terutama bagi yg tidak punua banyak koneksi.
Ada cara jitu bagi pelaku usaha umkm dalam mendapatkan modal usaha tanpa riba.

1.cari teman sesama pelaku usaha beberapa orang dan bentuk komunitas.
3.buat program pinjaman bergilir dengan prinsip tolong menolong dgn ikhlas.
4.kumpulkan uang dgn visi dan misi yg sama serta solid.
Misal; ada anggota 15 orang.
Tiap anggota menyimpan uang minimal satu juta. Artinya ada modal 15 jt. Nah dipinjamkan bago anggota yg membutuhlan tanpa riba.
5.buat aturan yg mewajibkan anggota hadir setiap bulan.
6.sentuh jiwa anggota dgn sifat ikhlas dan tolong menolong di setiap pertemuan.
7.bentuk pengurus komunitas.
8.terapkan management keuangan pada setiap anggota dgn ketat.
9.berikan saling bertukar informasi dan berbagi ilmu  pada setiap anggota.
10.mulai jalankan tanpa rasa takut.
11.tingkatkan investasi disetiap pertemuan rutin.
12.bila tiap anggota menambah investasi 200rb tiap bulan maka modal bertambah 3jt setiap bulannya. Bayangkan bila berjalan 10 bulan dst. Lama lama investasi tumbuh tanpa riba dgn sendirinya.
SELAMAT MENCOBA

Selasa, 04 April 2017

Jgn merasa benar sendiri


Madinatul Qur'an Jonggol

Jangan Merasa Paling Benar

By Admin on November 26, 2015

JANGAN MERASA PALING BENAR…

Banyak orang ketika anda tegur kesalahan yang ia lakukan berkilah dengan mengatakan sudahlah, jangan merasa benar sendiri! Sehingga menjadi pertanyaan pada benak kita; apakah perkataan tersebut berasal dari wahyu ataukah hanya sebatas kilah yang tak beralasan pada dalil yang menunjukkan kepada kebingungan? Tentunya hal itu harus kita cermati secara seksama dengan hati yang dingin apakah ada ayat atau hadist atau pendapat para ulama yang mengatakan dengan perkataan tersebut. Coba lihat Qs. An-nissa : 59 :

إذا كنت آراء مختلفة حول قضية ما ، ثم استعادة إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر… “

“jika kamu berbeda pendapat tentang suatu perkara, maka kembalikanlah kepada Allah dan rosul, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian…” (Qs. An-nissa : 59).

Ayat ini dengan tegas mengatakan bahwa setiap perselisihan wajib dikembalikan kepada Allah dan Rosul-Nya, Allah tidak mengatakan;jika kamu berselisih janganlah kamu merasa benar sendiri, atau kembalikan pada pendapat masing-masing. Akan tetapi Allah menyuruh untuk mengembalikannya kepada Quran dan sunnah, ini menunjukkan bahwa yang benar hanyalah yang berdasarkan al-quran dan sunnah.

Para sahabat senantiasa menyalahkan orang-orang yang mereka pandang salah dan tidak pernah di antara mereka yang mengatakan : jangan merasa benar sendiri! Seperti dalam suatu kisah yang diriwayatkan oleh addarimi dalam sunannya bahwa Ibnu Mas`ud mendatangi suatu kaum yang berdzikir berjamaah dengan memakai kerikir dan berkata : celaka kamu hai umat Muhammad betapa cepatnya kebinasaan kalian… apakah kamu merasa di atas millah yang lebih baik dari millah Muhammad ataukah kamu hendak membuka pintu kesesatan?! Kemudian mereka berkata : Sesungguhnya kami menginginkan kebaikan”. Beliau berkata : berapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tapi ia tidak mendapatkannya(karena caranya salah). Dalam kisah tersebut tidak dikatakan : jangan kamu merasa benar sendiri.

Demikian pula para tabiin, disebutkan dalam kisah yang diriwayatkanoleh al-baihaqi dalam sunannya(2/466), Abdurrozaq(3/52), ad-darimi dan ibnu Nashr bahwa sa`id bin Musayyid melihat seorang laki-laki sholat setelah terbit fajar lebih dari dua rokaat, lalu sa`id melarangnya, kemudian orang itu berkata : wahai Abu Muhammad, apakah Allahakan mengadzab saya gara-gara sholat? Beliau menjawab : tidak, tapi Allah akan mengadzabmu karena kamu menyalahi sunnah”. Tidak pula dikatakan padanya : jangan merasa benar sendiri.

Demikian pula tabi`ut tabiin dan para ulama setelahnya. Senantiasa mereka membantah pendapat yang mereka pandang lemah atau salah tapi tidak ada satupun dari mereka yang mengatakan : jangan merasa benar sendiri.

Disebutkan dalam kisah bahwa imam Asy-Syafii mendebat imam Ahmad dalam masalah hukum orang meninggalkan sholat, di mana Imam Ahmad berpendapat bahwa orang yang meninggalkan sholat kafir murtad dai agama Islam, sedangkan imam Asy-Syafii tidak mengkafirkannya, tapi imam Asy-syafii atau imam Ahmad tidak pernah mengatakan : jangan merasa benar sendiri! Tapi yang dikatakan imam Asy-Syafii adalah : tidaklah aku berdialog dengan seorang pun kecuali aku berkata : Ya Allah, alirkanlah kebenaran pada lisan dan hatinya, jika kebenaran itu bersamaku, ia mau mengikutiku dan kebenaran itu ada padanya, aku akan mengikutinya.(lihat ilmu ushul bida` hal. 179).

Mereka juga menulis kitab-kitab bantahan terhadap bid`ah dan kesesatan, imam Ahmad menulis kitab Arrodd `alal jahmiyyah(bantahan terhadap jahmiyyah), Abu Dawud punya kitab Arrodd `alal qodariyyah(bantahan terhadap qodariyyah), Ad-darimi menulis kitab Roddu ustman ad darimi `ala Bisyir Al-Marisi adl Dlooll(bantahan ustman ad-darimi terhadap Bisyir Al-Marisi yang sesat), dan banyak lagi kitab-kitab bantahan lainnya. Tidak ada satupun di antara mereka yang berkata : jangan merasa benar sendiri.

Cobalah anda renungkan perkataan syaikhul islam Abu Ismail Abdullah bin Muhammad Al-Harowi : pedang dihadapkan kepadaku sebanyak lima kali bukan untuk menyuruhku agar keluar dari keyakinanku, akan tetapi dikatakan kepadaku : diamlah dari orang yang menyelisihimu!! Aku tetap menjawab : aku tidak akan pernah diam….(kitan siyar a`lam Nubala 18/509 karya Imam Adz-Dzahabi).

Merasa benar adalah fitrah manusia, buktinya jika engkau bertanya kepada orang yang mengatakan : jangan merasa benar sendiri” apakah anda merasa benar dengan perkataan tersebut? Tentu ia berkata : ya. Dia sendiri merasa benar sendiri dengan pendapat tersebut lalu ia melarang orang lain merasa benar sendiri, jelas ini kontradiktif yang fatal.

Di dunia ini, tidak ada orang yang merasa paling sesat. Fir’aun saja berasa dirinya benar. Baca saja surat ghafir ayat 29.

Jadi merasa benar dengan pendapat yang jelas dalilnya lebih-lebih bila didukung oleh `ijma ulama adalah sebuah keharusan sedangkan merasa benar dengan kesesatan adalah kesalahan. Adapun dalam perkara ijtihadi yang tidak ada dalilnya yang gamblang maka kita ikuti yang paling kuat dalilnya tanpa menyesatkan yang lainnya. Wallahu a`lam.

Oleh Ustazd Badru Salam, حفظه الله تعالى.

Nasehat

Hadist


ليأتين على الناس زمان لا يبالي المرء بما أخذ المال أمِن الحلال أم مِنَ الحرام

“Akan datang suatu zaman di mana manusia tidak lagi peduli darimana mereka mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau haram.” (HR. Bukhari – Al Fath 4/296 nomor 2059; 4/313 nomor 2083)

Senin, 03 April 2017

Larangan riba

Allah ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافاً مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ . وَاتَّقُواْ النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir.” (Qs. Ali Imron [3]: 130)

Sumber: https://muslim.or.id/574-riba-jahiliah.html

Sabtu, 01 April 2017

Counter alya jaya colection

Sukai kami di facebook
Counter alya jaya colection pasar citayam

Alya jaya hijab

Sukai kami di facebook
Alya jaya hijab pasar citayam

Toko alya jaya toys

Sukai kami di facebook.
Alya jaya toys pabuaran citayam

Toko alya jaya perabotan

Gg. Langgar pabuaran. Citayam.
Sukai kami di facebook ya

Alya jaya perabotan

Gg. Langgar,pangkalan ojek pabuaran citayam.

Counter alya jaya colection

mampir ya di alya jaya colection, menjual daster, baju tidur, kolor, sirwal, longdres, kulot, mulai harga rp. 8000.
Harga pasti murah dan berkualitas.
Alamat kami, lantai satu pasar citayam, tangga utama. Paling depan.

Toko alat rumah tangga Alya jaya

Belanja murah dan mudah serta ramah
Alya jaya alat rumah tangga gg. Langgar pabuaran citayam.
Mampir ya.

Mohon kekayaan

Berdoa Minta Kaya

Assalamualaikum, Akhi.
Saya pernah membaca artikel seorang ustadz di internet yg intinya melarang seorang muslim berdoa meminta kaya. Beliau mengancam dg surat Al Isyro ayat 18. Bagaimana sejatinya hukum berdoa meminta kaya? Haramkah? Atau sekedar dibenci (makruh)?
Sedangkan Rosululloh ShollaAllahu alaihi wa sallam sendiri mendoakan Annas bin malik supaya kaya dan banyak keturunan Mohon penjelasan dari Akhi. Jazakallah khoiron katsir

Dari Asror

Wa alaikumus salam

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Pertama, kita perlu memahami bahwa sesungguhnya, harta semata, tidaklah tercela. Karena harta bisa dimanfaatkan untuk kebaikan, juga untuk kejahatan. Dalam hal ini, harta berada pada posisi netral. Disamping itu, syariat islam mengakui peran dan fungsi harta yang sangat penting bagi kehidupan manusia.

Ada dua ayat dalam al-Quran, menyebut harta dengan kata ’khoir’ yang artinya kebaikan,

1. Firman Allah,

كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) kematian, jika ia meninggalkan harta yang banyak, agar berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf (QS. Al-Baqarah: 180)

Kita bisa perhatikan, dalam ayat ini Allah menyebut harta yang banyak dengan kata khoiran.

2. Firman Allah,

وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ

”Dan manusia sangat cinta kepada al-khoir.”

Makna kata al-khoir adalah maal (harta). [Tafsir Zadul Masir, 4/482].

Harta disebut al-khoir, yang artinya kebaikan, karena dengan adanya harta, orang bisa melakukan berbagai kebaikan dengan petunjuk Allah.

Demikian pula, terdapat beberapa hadis, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji harta yang digunakan untuk kebaikan. Dalam hadis dari Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نِعْمَ الـمَالُ الصَّالِـح مَعَ الرَّجُل الصَّالِـح

“Sebaik-baik harta adalah harta yang berada di tangan orang sholeh.” (HR. Ibnu Hibban 3210 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Oleh karena itu, memiliki harta tidaklah tercela. Selama harta itu tidak untuk dikuasai sendiri, apalagi digunakan untuk masiat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنِ اتَّقَى

”Tidak masalah memiliki kekayaan, bagi orang yang bertaqwa.” (HR. Ahmad 23228, Ibnu Majah 2141, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).

Kedua, kekayaan yang sejati

Kekayaan yang sejati adalah merasa cukup lahir dan bain. Dalam arti, seseorang mendapatkan rizki yang mencukupi kebutuhan hidupnya, dan dia tidak mengharapkan apa yang ada di tangan orang lain.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa untuk menjadi orang kaya. Dan permitaan kaya yang beliau inginkan bukan banyak harta, namun keadaan cukup, sehingga tidak mengharapkan apa yang dimiliki orang lain.

Diantara doa beliau, disebutkan dalam hadis dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa,

اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى، وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى

”Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketaqwaan, terjaga kehormatan, dan kekayaan.” (HR. Muslim 2721).

An-Nawawi menjelaskan makna kata ’kaya’ dalam doa ini,

والغنى هنا غنى النفس والاستغناء عن الناس وعما في أيديهم

”Kaya di sini adalah kaya jiwa, tidak membutuhkan bantuan orang lain, dan tidak mengharapkan harta yang ada di tangan mereka” (Syarh Shahih Muslim, 17/41)

Hal ini bisa dipahami, karena beliau juga berdoa agar rizki beliau cukup untuk makan,

اللَّهُمّ اجْعَل رِزْقَ آل مُحَمّدٍ قُوتًا

“Ya Allah, jadikanlah rezeki untuk keluarga Muhammad adalah sebatas untuk kebutuhan pokoknya.” (HR. Muslim 1055, Turmudzi 2361, dan yang lainnya).

Kamudian, secara bahasa, lawan dari kata al-ghina (kaya) adalah al-faqr, yang secara bahasa artinya membutuhkan. Sehingga sebanyak apapun harta seseorang, sementara dia masih terus merasa membutuhkan apa yang bukan miliknya, berarti dia masih fakir. (Syarh Shahih Muslim, 7/140)

Ketiga, Boleh berdoa minta kekayaan

Dari keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas, kita mendapat kesimpulan bahwa inti dari kekayaan adalah hidup yang cukup. Memiliki harta yang mencukupi kebutuhan pokok hidupnya dan keadaan hati yang tidak mengharapkan apa yang dimiliki orang lain.

Pertanyaanya, bolehkah kita meminta harta berlebih dari kebutuhan kita?

Terdapat bebrapa dalil yang menunjukkan bahwa seorang muslim, boleh memiliki banyak harta, dan itu tidak tercela selama dia gunakan untuk kebaikan.

Diantaranya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لا بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنِ اتَّقَى

”Tidak masalah memiliki kekayaan, bagi orang yang bertaqwa.” (HR. Ahmad 23228, Ibnu Majah 2141, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).

Kemudian, beliau juga memuji harta yang dipegang oleh orang sholeh,

نِعْمَ الـمَالُ الصَّالِـح مَعَ الرَّجُل الصَّالِـح

“Sebaik-baik harta adalah harta yang berada di tangan orang sholeh.” (HR. Ibnu Hibban 3210 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Dalam hadis lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan pembagian manusia berdasarkan harta,

Dari Abu Kabsyah al-Anmari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَثَلُ هَذِهِ الْأُمَّةِ مَثَلُ أَرْبَعَةِ نَفَرٍ: رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالًا وَعِلْمًا، فَهُوَ يَعْمَلُ بِهِ فِي مَالِهِ يُنْفِقُهُ فِي حَقِّهِ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ عِلْمًا وَلَمْ يُؤْتِهِ مَالًا، فَهُوَ يَقُولُ: لَوْ كَانَ لِي مِثْلُ مَالِ هَذَا، عَمِلْتُ فِيهِ مِثْلَ الَّذِي يَعْمَلُ ” قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” فَهُمَا فِي الْأَجْرِ سَوَاءٌ ” ” وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالًا وَلَمْ يُؤْتِهِ عِلْمًا، فَهُوَ يَخْبِطُ فِيهِ يُنْفِقُهُ فِي غَيْرِ حَقِّهِ، وَرَجُلٌ لَمْ يُؤْتِهِ اللهُ مَالًا وَلَا عِلْمًا، فَهُوَ يَقُولُ: لَوْ كَانَ لِي مَالٌ مِثْلُ هَذَا، عَمِلْتُ فِيهِ مِثْلَ الَّذِي يَعْمَلُ ” قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” فَهُمَا فِي الْوِزْرِ سَوَاءٌ

“Permisalan umat ini seperti empat kelompok manusia:

a. Seseorang yang Allah beri harta dan ilmu agama, maka dia beramal dengan hartanya sesuai ilmunya, dia infakkan hartanya sesuai kewajibannya.

b. Seseorang yang Allah beri ilmu, tapi tidak Allah beri harta. Dia berkata, ”Andai aku punya harta seperti dia (kelompok pertama), niscaya aku akan berbuat seperti yang dia lakukan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi catatan,

”Mereka berdua mendapatkan pahala yang sama.”

c. Seseorang yang Allah beri harta, namun tidak Allah beri ilmu. Dia menghabiskan hartanya dan dia keluarkan hartanya pada tempat yang bukan haknya.”

d. Seseorang yang tidak Allah beri harta dan tidak pula ilmu. Maka dia berangan-angan, ”Andai aku punya harta seperti dia (kelompok ketiga), niscaya aku akan berbuat seperti orang itu.”

lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi catatan,

”Mereka berdua mendapatkan dosa yang sama.”

(HR. Ahmad 18024, Ibn Majah 4228, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).

Anda bisa perhatikan, ketika seseorang tidak memilliki kelebihan harta, kemudian dia berharap memiliki kelebihan harta agar bisa beramal sholeh dengan hartanya, tidak Allah sia-siakan dan tetap Allah beri pahala.

Rasulullah bahkan mengizinkan kita untuk melakukan hasad kepada dua jenis manusia. Artinya kita mengharapkan apa yang dimiliki oleh dua jenis manusia itu,

لاَ حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الحِكْمَةَ فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

”Tidak ada hasad kecuali pada dua orang:

Orang yang Allah beri harta, dan dia habiskan harta itu untuk kebaikan.
Orang yang Allah beri ilmu, dia memutuskan perkara berdasarkan ilmunya dan dia juga mengajarkan ilmunya.” (HR. Bukhari 73, Muslim 816, dan yang lainnya)

Dengan demikian, tidak masalah seorang muslim berharap dan berdoa agar menjadi orang kaya, dengan catatan, dia memiliki tekad kuat kekayaan itu tidak hanya dia nikmati sendiri dan tidak dia gunakan untuk maksiat. Namun kekayaan itu dia gunakan untuk mendukung kebaikan dan dakwah di jalan Allah.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (

Read more https://konsultasisyariah.com/21868-bolehkah-berdoa-minta-kaya.html